Sang Budha bersabda “Kehidupan tidak pasti, namun kematian itu pasti”. Kematian pasti akan datang dan merupakan suatu hal yang wajar, serta harus dihadapi oleh setiap makhluk. Definisi kematian menurut agama Budha tidak hanya sekedar ditentukan oleh unsur-unsur jasmaniah, entah itu paru-paru, jantung ataupun otak. Ketakberfungsian ketiga organ itu hanya merupakan gejala ‘akibat’ atau ‘pertanda’ yang tampak dari kematian, bukan kematian itu sendiri. Faktor terpenting yang menentukan kematian ialah unsur-unsur batiniah suatu makhluk hidup. Walaupun organ-organ tertentu masih berfungsi sebagaimana layaknya secara alamiah ataupun melalui bantuan peralatan medis. Seseorang dapat dikatakan mati apabila kesadaran ajal (cuticitta) telah muncul dalam dirinya. Begitu muncul sesaat, kesadaran ajal akan langsung padam. Pada unsur jasmaniah, kematian ditandai dengan terputusnya kemampuan hidup.
Ada 3 (tiga) jenis kematian dalam agama Budha:
- Khanika Marana : Yaitu kematian atau kepadaman unsur-unsur batiniah dan jasmaniah pada tiap-tiap akhir (bhanga). Kematian ini biasanya disebabkan oleh habisnya usia (ayukkhaya), karena habisnya akibat perbuatan pendukung (kammakkhaya) yaitu kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma yang telah membuat terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal tersebut, karena habisnya usia serta akibat perbuatan pendukung (ubhayakkhaya), dan karena terputus oleh kecelakaan, bencana atau malapetaka (upacchedaka). Keempat macam ini bisa diumpamakan seperti empat sebab kepadaman pelita, yaitu karena habisnya sumbu, habisnya bahan bakar, habisnya sumbu serta bahan bakar, dan karena tertiup angin.
- Sammuti Marana : Kematian makhluk hidup berdasarkan persepakatan umum yang dipakai oleh masyarakat dunia.
- Samuccheda Marana : Kematian mutlak yang merupakan keterputusan daur penderitaan para Arahanta.
Kematian menurut definisi yang terdapat dalam kitab suci agama Budha adalah hancurnya Khanda. Khanda adalah lima kelompok yang terdiri dari pencerapan, perasaan, bentuk-bentuk pikiran, kesadaran dan tubuh jasmani manusia atau materi. Keempat kelompok pertama merupakan kelompok batin atau ‘nama’ yang membentuk suatu kesatuan kesadaran. Sedangkan kelompok kelima yaitu jasmani manusia atau materi merupakan ‘rupa’, yakni kelompok fisik atau materi. Gabungan batin dan jasmani inilah yang disebut individu, pribadi atau ego.
Sang Budha menjelaskan bahwa kelompok ini bukan suatu pribadi lagi, melainkan suatu serial dari proses fisik dan mental yang tidak akan diam tetapi akan terus mengalir. Maka kelompok-kelompok ini akan muncul dan lenyap secara berturut-turut hanya dalam waktu yang sekejap. Masa berlangsungnya kelompok-kelompok mental ini sangat singkat sedemikian rupa, sehingga selama satu kaitan cahaya halilintar telah terjadi beribu-ribu bentuk pikiran atau saat berpikir yang berturutan dalam pikiran kita.
Peranan kematian adalah untuk menyadarkan setiap manusia akan akhir kehidupannya, bahwa betapa tinggi pun tempatnya, apapun bantuan teknologi atau ilmu kedokteran yang dimilikinya, pada akhirnya tetap harus mengalami hal yang sama yaitu di dalam kubur atau menjadi segenggam debu. Tetapi ini bukanlah akhir dari kehidupan dan kematian, karena proses kelahiran dan kematian akan terus berlangsung hingga kita mencapai kesempurnaan batin. Kematian itu selalu diikuti oleh peleburan dalam kematian itu, atau jika orang dapat melakukan tumimbal lahir ke dalam kehidupan (alam) yang ia ingini, maka tidak ada orang takut kepada kematian. Bahkan mungkin keinginan untuk mati bila seseorang makhluk telah merasa bosan hidup dalam suatu kehidupan, lalu ingin memasuki kehidupan baru.[13] Kata Anitya berarti kekal. Doktrin ini mengajarkan bahwa di dalam dunia tiada sesuatu yang kekal, semuanya adalah fana.[14]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar